Abu-Abu: JRX

Muhammad Faizarha
5 min readJul 4, 2021

--

Being in the grey is a mindset — a way of being and thinking — rather than a tool or method. It’s the opposite of a black-and-white or straight-path mindset. Rather than presuming that problems are clear cut and the solutions are obvious, it is about accepting that we live in a complex, uncertain world.

Abu-Abu adalah seri tulisan yang urg bikin berdasarkan cara urg dalam membedah masalah. Urg ga tau cara ini unik atau engga, tapi urg kalau membedah masalah selalu melihat dari kedua sisi, baik sisi yang urg sukai maupun yg urg ga sukai. Dari situ, urg bisa paham kenapa masing-masing sisi sangat keras terhadap pandangan mereka dan terkadang dari pemahaman itu bisa didapatkan sebuah solusi yang berada di tengah-tengah (atau malah kadang terhanyut pada keabu-abuan itu sendiri). Prinsip yg urg pakai itu adalah

Having a different opinion, or point of view doesn’t mean one person is right and one is wrong, it just means you are viewing the same thing from different angles, and with a different context.”

Ya, tidak ada yang benar dan salah dalam mindset urg. Yang ada adalah perbedaan sudut pandang saja. Realitas itu terletak bukan di warna hitam atau putih, melainkan di warna abu-abu.

Udah ah kepanjangan, ya ini tulisan pertama urg yaitu tentang JRX

Disclaimer:

This is an offensive topic. Read it on your own risk

JRX adalah corong dari ‘covid = teori konspirasi’ dan manusia ini punya pendukung dan penentangnya masing-masing. Pendukungnya menganggap bahwa JRX adalah pahlawan yang berani menyuarakan bahwa pembatasan sosial ini keterlaluan dan ini disebabkan oleh penyakit yang direncanakan oleh para elit global. Para penentangnya menganggap bahwa JRX adalah penjahat sosial yang menyebabkan jutaan kematian akibat pandemi yang berlangsung 17 bulan ini. Masing-masing pendukung dan penentang JRX, yang terjebak di sudut pandang hitam dan putih, menganggap bahwa pihak mereka berdiri di pihak kebenaran dan pihak yang mereka lawan berdiri di pihak kebatilan. Urg sendiri yg tidak tertarik dengan benar dan salah malah tertarik melihat mengapa dua sudut pandang ini ada.

Kita mulai dari JRX, sisi yang urg tidak suka. JRX adalah seorang musisi dari Bali yang tinggal di Bali. Seperti yang kita ketahui, Bali sendiri adalah pulau yang sangat bergantung kepada sektor pariwisata (48% PDB Bali berasal dari sektor pariwisata) dan sektor jasa. Bandingkan dengan Indonesia yang kontribusi sektor pariwisatanya hanya 4% dari PDB. Sejak pandemi ini ada, Bali merupakan provinsi yang paling terpukul perekonomiannya karena provinsi ini hanya bergantung kepada satu sektor. Berdasarkan data yang ada, PDB Bali bertumbuh sebesar -12,21% di 2020; lebih parah dari pertumbuhan PDB nasional yaitu sebesar -2,07%. Sebagai perbandingan saja, saat krisis 1998, pertumbuhan PDB Indonesia itu sebesar -13% jadi bayangkan saja bagaimana terpukulnya Bali saat ini. Kalau data sulit dimengerti, mungkin kondisi lapangan lebih mudah dimengerti

Iya, JRX tentu paham betul kondisi ini karena dia tinggal di Bali dan tentu dia gelisah karena melihat tempat tinggalnya hancur karena pandemi. JRX tentu tidak puas dengan jawaban normatif “kita akan lockdown demi kepentingan masa depan” karena dia melihat sendiri bahwa orang-orang di sekitarnya mungkin tidak bisa menatap masa depan lagi karena penghasilannya mati. Kegelisahan JRX akhirnya terobati dan terpuaskan setelah membaca teori-teori konspirasi di internet mengenai plandemic dan sejenisnya. JRX akhirnya mendapatkan kesimpulan bahwa dengan mengakhiri plandemic ini, semua akan kembali normal. Tempat tinggalnya akan kembali pulih dan semua orang akan bahagia lagi. Berkat kesimpulan ini, JRX berusaha menjadi pahlawan versinya sendiri yaitu menyebarkan teori konspirasi agar semua orang mau keluar dari rumah dan berwisata kembali. Berwisata kembali ke kampung halamannya sehingga warga di sekitarnya bisa hidup bahagia kembali dan memiliki penghasilan yang tetap lagi. JRX berpikir bahwa hanya dengan cara dia lah, dia bisa membahagiakan warga di kampung halamannya yang terpukul parah karena pandemi karena masa depan yang dijanjikan tidak pernah tiba.

Kita bahas dari sisi lawannya, yaitu sisi anti-JRX. Sisi anti-JRX adalah sisi yang berpikir bahwa pandemi adalah masalah serius yang perlu ditangani dengan serius. Penyebabnya adalah penyakit ini telah membunuh ribuan orang dan tenaga kesehatan dan apabila tidak ditangani, maka penyakit ini dapat menyebabkan sistem kesehatan kolaps. Seperti yang lagi heboh saat tulisan ini keluar, covid-19 sedang mengalami kenaikan lagi sehingga banyak terjadi masalah di bidang kesehatan kembali. Saat tulisan ini keluar, tingkat keterisian ranjang ICU di rumah sakit DKI Jakarta berkisar di 92% dan setiap harinya kasus aktif bertambah dengan rata-rata 15.000–20.000 kasus per hari. Sama seperti bagian sebelumnya, kalau data membuat anda pusing, mungkin keadaan di lapangan memudahkan anda untuk memahami

Karena kondisinya yang mengkhawatirkan, pemerintah akhirnya mengeluarkan aturan PPKM Darurat yang berlaku Juli ini yang intinya pembatasan masyarakat diberlakukan lebih ketat. Orang-orang anti-JRX ini tentu lebih aware dengan penyakit ini karena mereka juga melihat langsung bahwa terjadi sesuatu yang genting saat ini dan mungkin mereka juga melihat langsung kerabat, keluarga, dan temannya meninggal karena penyakit ini. Orang-orang anti-JRX ini ingin penyakit ini dimusnahkan secepat mungkin dengan solusi semudah mungkin yaitu lockdown atau pembatasan kegiatan masyarakat. Orang-orang ini juga aware kalau langkah ini adalah langkah yang membunuh sebagian pihak karena beberapa sektor akan mati karena pembatasan kegiatan masyarakat, tapi orang-orang ini berpikir bahwa dengan membunuh sebagian sektor dahulu saat ini, maka masa depan akan lebih cerah dan semua orang bisa berbahagia kembali. Orang-orang ini pun bertindak sebagai pahlawan dengan caranya sendiri yaitu menyebarkan info-info covid 24/7 non-stop dengan tujuan supaya orang-orang aware dengan bahaya covid ini. Orang-orang berpikir bahwa dengan cara ini lah, mereka bisa membahagiakan orang-orang di sekitarnya agar bisa nyaman tinggal di rumah tanpa kenapa-napa dan masa depan bisa lebih cerah tanpa penyakit ini.

Kalau dilihat sekilas, meskipun cara yang dipakai sangat berlawanan, tapi tujuan JRX dan musuhnya itu sama, yaitu ingin membahagiakan diri dan lingkungan sekitarnya. Cuma ya cara masing-masing punya tumbalnya sendiri-sendiri. Cara JRX akan meningkatkan jumlah covid secara masif (dan mungkin akan membunuh banyak orang) tapi trade-off nya adalah ekonomi tempat tinggalnya akan tetap berjalan dengan baik karena tidak ada pembatasan aktivitas masyarakat yang merupakan tulang punggung masyarakat sekitar dia. Cara anti-JRX akan menurunkan jumlah covid secara masif tapi cara ini punya tumbal berupa pembunuhan beberapa sektor perekonomian yang berujung kepada perekonomian banyak orang yang awalnya makmur menjadi melarat, mereka tidak terbunuh oleh covid tapi terbunuh oleh sumber pendapatan yang mati karena pembatasan aktivitas masyarakat. Ya baik cara JRX dan cara anti-JRX punya tumbalnya sendiri-sendiri dan tidak semua orang bisa bahagia dengan cara yang dianut oleh keduanya.

Terus solusinya apa? Sayangnya untuk tulisan pertama di seri ini tidak akan urg jawab karena terlalu banyak second-order consequences dari solusi urg sendiri. Tulisan ini urg buat cm untuk menumpahkan kegelisahan tengah malam akibat orang-orang yang berdebat di sosmed masalah JRX ini tanpa memahami apa yang terjadi di sisi seberangnya. Mungkin di tulisan ke depannya urg bisa nulis solusi versi urg sendiri yang merupakan jalan tengah dari dua kubu yang bermusuhan.

Selamat Malam, dan selamat berpikir

--

--

Muhammad Faizarha
Muhammad Faizarha

Written by Muhammad Faizarha

1998. Writing about his perspective about the world around him

No responses yet